Wednesday 13 October 2010

Ngaben Tjokorda Bagus Raka


Upacara Ngaben di Bali
(yang kuikuti sehubungan dengan meninggalnya pamanku Tjokorda Bagus Raka)

Jenazah dimandikan oleh saudara dan anak-anaknya
Tgl 5 Okt 2010, kami keluarga di Manado mendapat kabar bahwa Mas Bagus biasa dipanggil, (atau aku panggil Om Bagus) telah meninggal dunia. Memang beliau memiliki sakit udah cukup lama, Diabetes dan komplikasi lainnya. Mami dan tante-tanteku pingin pergi ke Bali mengikuti acara tersebut, ahhh Stella pingin juga dong, meninggalkan rutinitas sejenak di kerjaan :))

Jenazah terbaring setelah dimandikan, di tengah Puri
Banyak hal kupelajari, kuperhatikan dan menjadi kenangan, baik budaya, adat, kebersamaan dlm keluarga yang ku dapat selama di Bali. Kami dengan keluarga di Bali memang jarang ketemu, tante Nina Karundeng, istri Om Bagus yg lebih sering ketemu kalau beliau ke Manado.
padma tempat jenasah, 9 tingkat tingginya

diarak sepanjang jln Ubud
Prosesi Ngaben sendiri hanya pernah ku dengar yaitu adat kremasi seorang yg meninggal. Tetapi keseluruhan makna apa itu, sama sekali aku tidak mengerti. Di sana banyak dijelaskan, dan sedikit yg bisa kutangkap adalah Ngaben adalah upacara penyucian atma (roh) fase pertama sbg kewajiban suci umat Hindu Bali terhadap leluhurnya dengan melakukan prosesi pembakaran jenazah. Badan manusia terdiri dari badan kasar, badan halus dan karma. Badan kasar manusia dibentuk dari 5 unsur yg disebut Panca Maha Bhuta yaitu pertiwi (zat padat), apah (zat cair), teja (zat panas) bayu (angin) dan akasa (ruang hampa). Kelima unsur ini menyatu membentuk fisik manusia dan digerakan oleh atma (roh). Ketika manusia meninggal yg mati adalah badan kasar saja, atma-nya tidak. Nah ngaben adalah proses penyucian atma/roh saat meninggalkan badan kasar. Ada beberapa pendapat ttg asal kata ngaben. Ada yg mengatakan ngaben dari kata beya yg artinya bekal, ada juga yg mengatakan dari kata ngabu (menjadi abu).

Dalam Hindu diyakini bahwa Dewa Brahma disamping sbg dewa pencipta juga adalah dewa api. Jadi ngaben adalah proses penyucian roh dgn menggunakan sarana api sehingga bisa kembali ke sang pencipta yaitu Brahma. Api yg digunakan adalah api konkrit untuk membakar jenazah, dan api abstrak berupa mantra pendeta utk mem-pralina yaitu membakar kekotoran yg melekat pada atma/roh. Upacara Ngaben atau sering pula disebut upacara Pelebon kepada orang yang meninggal dunia, dianggap sangat penting, ramai dan semarak, karena dengan pengabenan itu keluarga dapat membebaskan arwah orang yang meninggal dari ikatan-ikatan duniawinya menuju sorga, atau menjelma kembali ke dunia melalui reinkarnasi. Karena upacara ini memerlukan tenaga, biaya dan waktu yang panjang dan besar, hal ini sering dilakukan begitu lama setelah kematian. Kalau untuk orang biasa (atau belum punya biaya), mayat dikubur dulu, baru setelah beberapa orang meninggal di daerah itu, dikumpul untuk Ngaben bersama-sama (maksudnya jg mengurangi biaya). Untunglah keluarga Om Bagus, memang harus diakui adalah turunan Raja di Ubud, punya uang, anak-anaknya jg 5 orang, saling patungan untuk biaya prosesi ini dari kematian tgl 5 Okt 2010 sampai  dibilang oleh Pendeta tgl 12 Okt 2010 adalah Hari Baik untuk kremasinya. Jadi di Puri Anyar Ubud (rumah mereka), acara selama 7 hari 6 malam. Orang-orang desa, masyarakatnya (disebut Banjar) datang silih berganti masuk Puri, untuk membantu apa saja yg bisa dibuat/dibantu, seperti tatakan sesajen, rangkaian bunga, tempat mayat, dekorasi rumah, dll… jadi keluarga menanggung biaya semuanya, termasuk makan orang-orang yang datang siang dan malam…….. waduhhh memang sudah seperti itu adatnya… dan memakan biaya yg tidak kecil.


Untuk menanggung beban biaya, tenaga dan lain-lainnya, kini masyarakat sering melakukan pengabenan secara massal / bersama. Jasad orang yang meninggal sering dikebumikan terlebih dahulu sebelum biaya mencukupi, namun bagi beberapa keluarga yang mampu upacara ngaben dapat dilakukan secepatnya dengan menyimpan jasad orang yang telah meninggal di rumah, sambil menunggu waktu yang baik. Hari baik biasanya diberikan oleh para pendeta setelah  melalui konsultasi dan kalender yang ada. Persiapan biasanya diambil jauh-jauh sebelum hari baik ditetapkan. Pada saat inilah keluarga mempersiapkan "bade dan lembu" terbuat dari bambu, kayu, kertas yang beraneka warna-warni sesuai dengan golongan  atau kedudukan sosial ekonomi keluarga bersangkutan. Om Tjokorda Bagus Raka, memiliki golongan tinggi di masyarakat, padmanya aja sampai 9 tingkat dibuat.

patung lembu (msh kosong dalamnya), yg jg diarak ke lapangan Ubud
Prosesi ngaben dilakukan dgn berbagai proses upacara dan sarana upakara berupa sajen dan kelengkapannya sbg simbol-simbol seperti halnya ritual lain yg sering dilakukan umat Hindu Bali. Ngaben dilakukan untuk manusia yg meninggal dan masih ada jenazahnya, juga manusia meninggal yg tidak ada jenazahnya spt orang tewas terseret arus laut dan jenazah tdk diketemukan, kecelakaan pesawat yg jenazahnya sudah hangus terbakar, atau spt saat kasus bom Bali 1 dimana beberapa jenazah tidak bisa dikenali karena sudah terpotong-potong atau jadi abu akibat ledakan.

Banyak tahap yg dilakukan dalam ngaben. Dimulai dari memandikan jenazah, ngajum, pembakaran dan nyekah. Setiap tahap ini memakai sarana banten (sesajen) yg berbeda-beda. Ketika ada yg meninggal, keluarganya akan menghadap ke pendeta utk menanyakan kapan ada hari baik utk melaksanakan ngaben. Biasanya akan diberikan waktu yg tidak lebih dari 7 hari sejak hari meninggalnya.

Syukurlah Hari Baik Om Bagus pas setelah 7 hari meninggalnya. Setelah didapat hari H (pembakaran jenazah), maka pihak keluarga  menyiapkan ritual pertama yaitu nyiramin layon (memandikan jenazah). Jenazah akan dimandikan oleh kalangan brahmana sbg kelompok yg karena status sosialnya mempunyai kewajiban untuk itu, setelah itu keluarga terutama oleh anak-anaknya (ada 5 orang). Selesai memandikan, jenazah dikenakan pakaian adat Bali lengkap. Selanjutnya adalah prosesi ngajum, yaitu prosesi melepaskan roh dengan membuat simbol2 menggunakan kain bergambar unsur2 penyucian roh.

abu yang akan dilarung ke pantai Sanur
Pada hari H-nya, dilakukan prosesi ngaben di kuburan desa setempat. Jenasah om diarak sepanjang jalan Ubud Raya, disaksikan masyarakat dan para turis mancanegara…. Wow… I really excited on that moment. Berjalan sepanjang 2 km tidak terasa deh, mengikuti iringan dan jg foto-foto ;). Jenazah dibawa menggunakan wadah, yaitu tempat jenazah yg akan diusung ke kuburan. Wadah biasanya berbentuk padma sbg simbol rumah Tuhan. Sampai dikuburan, jenazah dipindahkan dari wadah tadi ke pemalungan, yaitu tempat membakar jenazah yg terbuat dari batang pohon pisang ditumpuk berbentuk lembu. Lembu adalah symbol dari kekuasaan, tidak semua masyarakat dikremasi dalam lembu hanya orang2 yang punya status sosial tinggi (contoh golongan satria, punya nama depan Tjokorda/Cokorda atau Anak Agung), mereka diketahui adalah turunan Raja. Bila orang biasa, atau masyarakat biasa, maka yang dibakar adalah symbol lain, seperti dalam anjing, sapi, macan, dll.

Di lapangan Ubud (yang juga tempat hanya boleh dikremasi para turunan Raja),  kembali dilakukan upacara penyucian roh berupa pralina oleh pendeta atau orang yg dianggap mampu untuk itu (harus dari clan brahmana). Pralina adalah pembakaran dgn api abstrak berupa mantra peleburan kekotoran atma yg melekat ditubuh. Kemudian baru dilakukan pembakaran dgn menggunakan api kongkrit. Jaman sekarang sudah tidak menggunakan kayu bakar lagi, tapi memakai api dari kompor minyak tanah yg menggunakan angin.

Umumnya proses pembakaran dari jenazah yg utuh menjadi abu memerlukan waktu 1 jam. Abu ini kemudian dikumpulkan dalam buah kelapa gading untuk dirangkai menjadi sekah. Sekah ini yg dilarung ke laut, karena laut adalah simbol dari alam semesta dan sekaligus pintu menuju ke rumah Tuhan. Demikian secara singkat rangkaian prosesi ngaben di Bali.

Status kelahiran kembali roh orang yang meninggal dunia berhubungan erat dengan karma dan perbuatan serta tingkah laku selama hidup sebelumnya.  Secara umum, orang Bali merasakan bahwa roh yang lahir kembali ke dunia hanya bisa di dalam lingkaran keluarga yang ada hubungan darah dengannya. Lingkaran hidup mati bagi orang Bali adalah karena hubungannya dengan leluhurnya. Setiap orang tahu bahwa di satu saat nanti dia akan menjadi leluhur juga, yang di dalam perjalannya di dunia lain harus dipercepat dan mendapatkan perhatian cukup bila sewaktu-waktu nanti kembali menjelma ke Pulau yang dicintainya, Pulau Bali.
(Sumber : www.badungkab.go.id, baliguide.biz, id.wikipedia.org) dan pengalamanku selama di Bali.

No comments: